Puisi-Puisi Royyan Julian – Di Ranjang Pascakolonial
- Dr. Moh. Zayyadi, M.Pd. 22 Ags 2019 Dibaca 2 kali

Di Ranjang Pascakolonial
Aku tak mau ranjangku
menjadi kota perbudakan.
Tak ada tubuhmu di kamar ini
tetapi gambar-gambarmu
adalah taktik pascakolonial
yang menyengsarakan.
Setiap kali memasukinya
aku menjelma hamba
yang bergegas datang
ketika ingatan-ingatan tentangmu
berserakan di lantai, dinding, langit-langit
dan memanggil-manggil namaku.
Mari kita usaikan penjajahan ini
dengan perjanjian-perjanjian
dengan pembagian wilayah
di potongan tubuhku manakah
kau boleh membangun koloni
dan mendirikan kekaisaran.
Pamekasan, 2019
KASTRASI
“Jangan menulis puisi
pada jadwal kita bercinta,” katamu.
Puisi telah lama menjelma hukum Ayah
yang memisahkanku darimu.
Padahal aku tempat berpulang.
Ragaku malih rupa seorang ibu
dan kebun yang kaudamba.
Di kebun itu dahulu seorang perempuan
bercakap dengan Ular
dan bayangannya sendiri yang berbisik,
“Kau butuh negara lain, Sayangku.
Negara yang bukan diciptakan
dari debu, bahasa, dan tulang rusuk pria.”
Tetapi kini jasad betinaku ditatah
dengan kata-kata dan wahyu-wahyu.
Tubuh ini begitu asing
dan menjadi visi sebuah bangsa.
Pamekasan, 2019
EPIFANI
Kau datang dari masa lalu
berhujah dalam bahasa ibu yang lancar
tetapi di lidahmu kuletakkan
bahasa nasional yang kejam.
Kau terbata-bata
mengucapkan rindumu kepadaku
sebab kata-kata telah takluk
di bawah kekalahan sejarah
yang ditatah di keningmu.
Lalu kau menangis di hadapanku
mengucurkan air mata yang mengalir
dari anarkisme masa silam.
Dengan apa kutebus dosa-dosaku?
“Dengan duka yang kaupendam
di dadamu.”
Suatu hari duka itu beranak-pinak
dan menjadi kudeta
yang tak pernah kuharapkan
yang tak mungkin kami inginkan.
Pamekasan, 2019
STIGMATA
Kau mendesis di tengkukku,
“Masuklah, Sayang, ke dalam lukaku.”
Aku pun mengintip celah stigmata
yang memanjang seperti cakrawala
di dada kirimu.
Di sana matahari yang tenggelam
telah mati pada masa silam
dan misteri menyusut.
Suatu saat kita mengunjungi kota itu
mencicipi buah pohon kata-kata
yang akan membuka kelopak mata.
Badai mungkin terlambat tiba
tetapi Tuhan tergesa-gesa memetik
daun ara untuk menutupi rahasia
yang pernah kaubisikkan kepadaku.
Pamekasan, 2019
Sumber; https://www.bacapetra.co/puisi-puisi-royyan-julian-di-ranjang-pascakolonial/